Bahasa Wilayah Dipandang Kuno: Rintangan Konservasi Bahasa Lokal di Sekolah

Di tengah-tengah kuatnya arus globalisasi dan supremasi bahasa asing seperti Inggris, keberadaan bahasa wilayah sekarang semakin terpinggirkan. Banyak pelajar di sekolah memandang bahasa lokal itu kuno, tidak kece, bahkan juga tidak berkaitan lagi. Walau sebenarnya, bahasa wilayah ialah jati diri budaya yang penting untuk dijaga. Sayang, di beberapa sekolah, pelajaran bahasa wilayah malah cuma menjadi normalitas belaka—sekadar untuk penuhi kurikulum, tidak untuk betul-betul dihargai dan dimengerti.

Mengapa Bahasa Wilayah Penting?
Bahasa wilayah tidak hanya alat berkomunikasi, tetapi juga cerminan sejarah, nilai, dan langkah pandang warga lokal. Lewat bahasa, kita dapat belajar tradisi, adat, sampai filosofi hidup sesuatu wilayah. Contohnya, dengan bahasa Jawa, ada tingkat kesopanan seperti krama dan ngoko yang menggambarkan norma pertemanan. Dengan bahasa Bugis, ada istilah siri na pacce yang mengisyaratkan empati dan kehormatan. Semuanya tidak dapat terpindahkan dalam bahasa lain.

Bahasa Wilayah Dipandang Kuno: Rintangan Konservasi Bahasa Lokal di Sekolah

Jika bahasa wilayah lenyap, karena itu lenyap beberapa dari peninggalan budaya kita. UNESCO bahkan juga sebelumnya pernah mengatakan jika satu bahasa wilayah musnah tiap dua minggu di dunia. Indonesia, lebih dari 700 bahasa wilayah, masuk ke perincian negara dalam jumlah bahasa paling banyak tetapi terancam juga musnah terbanyak.

Pelajaran Bahasa Wilayah di Sekolah: Sekedar Normalitas?
Walau secara ketentuan pemerintahan telah mengharuskan muatan lokal bahasa wilayah di sekolah, realitanya implikasi di atas lapangan belum maksimal. Banyak pelajar yang merasa pelajaran ini menjemukan, tidak aplikatif, atau sulit karena berlainan dari bahasa yang mereka gunakan setiap hari.

Guru juga terkadang mengajarkan seadanya karena kebatasan sumber belajar, kurang training, bahkan juga kekurangan support dari faksi sekolah. Mengakibatkan, pelajaran bahasa wilayah cuma menjadi “tamu” dalam kurikulum, bukan sisi penting dari pendidikan watak.

Misalnya, di sejumlah sekolah, bahasa wilayah cuma diberikan satu jam pelajaran dalam seminggu. Itu juga kadangkala ditukar atau diisi pelajaran yang lain dipandang lebih “penting” seperti Matematika atau Bahasa Inggris. Ini terang memperlihatkan rendahnya fokus pada konservasi bahasa lokal.

Rintangan Paling besar: Stigma “Kuno dan Tidak Kece”
Beberapa anak jaman saat ini semakin tertarik dengan konten menggunakan bahasa asing di YouTube, TikTok, atau Instagram. Mereka lebih senang dapat speaking English secara lancar dibandingkan pintar menggunakan bahasa wilayah. Tidaklah aneh, banyak yang memandang bahasa lokal itu kampungan, tidak gaul, dan tidak punyai nilai jual.

Walau sebenarnya, kebanggaan pada bahasa sendiri ialah dasar jati diri bangsa. Saksikan saja negara seperti Jepang atau Korea Selatan. Walau masyarakatnya pintar menggunakan bahasa asing, mereka masih tetap senang memakai bahasa nasional serta mengekspornya melalui musik, budaya terkenal, dan film.

Sayang, umumnya angkatan muda di Indonesia belum menyaksikan bahasa wilayah sebagai asset kece yang dapat dibawa ke tingkat global. Disini keutamaan peranan pendidikan.

Jalan keluar: Membuat Bahasa Wilayah Jadi Menarik dan Berkaitan
Supaya bahasa wilayah tidak musnah di sekolah, perlu pendekatan baru lebih berkaitan dan inovatif. Sejumlah gagasan yang dapat diaplikasikan, diantaranya:

Digitalisasi dan gamifikasi: Buat program belajar bahasa wilayah berbasiskan sosial media atau game. Ini dapat membuat beberapa anak semakin tertarik belajar karena berasa seperti bermain, bukan mengingat.

Konten digital lokal: Dorong pembikinan konten di YouTube atau TikTok dalam bahasa wilayah. Contohnya, vlog, stand-up comedy, atau narasi masyarakat yang dibungkus kekinian.

Kerjasama dengan seniman lokal: Mengajak seniman, musikus, dan influencer lokal untuk mempopulerkan bahasa wilayah lewat lagu, film pendek, atau puisi.

Lomba inovatif menggunakan bahasa wilayah: Adakan lomba seperti cipta puisi, pidato, sampai video pendek memakai bahasa lokal. Berikan hadiah yang memikat agar semakin semangat.

Peranan Keluarga dan Komune

Konservasi bahasa wilayah cmd368 link tidak dapat hanya memercayakan sekolah. Keluarga punyai peranan besar. Orangtua yang terlatih bercakap dengan anaknya gunakan bahasa wilayah, secara tidak segera telah memperkenalkan dan melestarikan bahasa itu.

Komune bisa juga berperan, contohnya dengan melangsungkan training, atraksi, atau kelas bahasa wilayah secara berkala. Jika penduduknya peduli, karena itu sekolah akan tergerak agar semakin serius mengajari bahasa lokal.

Penutup: Bahasa Wilayah Ialah Akar, Bukan Beban
Memandang bahasa wilayah sebagai suatu hal yang kuno ialah langkah pandang yang salah. Malah dari bahasa lokal, kita dapat belajar kearifan lokal yang tidak dipunyai bangsa lain. Angkatan muda perlu dibawa untuk menyaksikan bahasa wilayah sebagai sisi dari jati diri dan kekuatan, bukan sekedar pelajaran formalitas.

Jika sekolah, keluarga, dan warga dapat kerja sama, bukan mustahil bahasa wilayah dapat bangun dan kembali menjadi sisi penting di kehidupan setiap hari. Karena, siapa kembali yang hendak melestarikannya jika bukan kita?

By admin